Kota Malang adalah sebuah kota yang terletak di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kota yang berpenduduk 820.243 (2010) ini berada di dataran tinggi yang cukup sejuk, terletak 90 km sebelah selatan Kota Surabaya, dan wilayahnya dikelilingi oleh Kabupaten Malang. Luas wilayah kota Malang adalah 252,10 km2. Malang merupakan kota terbesar kedua di Jawa Timur setelah Surabaya, dan dikenal dengan julukan kota pelajar.
Sejarah
Gedung Balaikota Malang dilihat dari Alun-alun bundar Wilayah
cekungan Malang telah ada sejak masa purbakala menjadi kawasan pemukiman. Banyaknya sungai yang mengalir di sekitar tempat ini membuatnya cocok sebagai kawasan pemukiman. Wilayah Dinoyo dan Tlogomas diketahui merupakan kawasan pemukiman prasejarah.[1] Selanjutnya, berbagai prasasti (misalnya Prasasti Dinoyo), bangunan percandian dan arca-arca, bekas-bekas fondasi batu bata, bekas saluran drainase, serta berbagai gerabah ditemukan dari periode akhir Kerajaan Kanjuruhan (abad ke-8 dan ke-9) juga ditemukan di tempat yang berdekatan.[1][2]
Nama "Malang" sampai saat ini masih diteliti
asal-usulnya oleh para ahli sejarah. Para ahli sejarah masih terus menggali
sumber-sumber untuk memperoleh jawaban yang tepat atas asal usul nama
"Malang". Sampai saat ini telah diperoleh beberapa hipotesa mengenai
asal usul nama Malang tersebut.
Malangkuçeçwara (baca: Malangkusheswara) yang tertulis
di dalam lambang kota itu, menurut salah satu hipotesa merupakan nama sebuah
bangunan suci. Nama bangunan suci itu sendiri diketemukan dalam dua
prasasti Raja Balitung dari Jawa Tengahyakni prasasti
Mantyasih tahun 907, dan prasasti 908 yakni diketemukan di
satu tempat antara Surabaya-Malang. Namun demikian dimana letak sesungguhnya
bangunan suci Malangkuçeçwara itu, para ahli sejarah masih belum memperoleh
kesepakatan. Satu pihak menduga letak bangunan suci itu adalah di daerah
gunung Buring, satu pegunungan yang membujur di sebelah timur kota Malang
dimana terdapat salah satu puncak gunung yang bernama Malang. Pembuktian atas
kebenaran dugaan ini masih terus dilakukan karena ternyata, disebelah barat
kota Malang juga terdapat sebuah gunung yang bernama Malang.
Pihak yang lain menduga bahwa letak sesungguhnya dari
bangunan suci itu terdapat di daerah Tumpang, satu tempat di sebelah utara
kota Malang. Sampai saat ini di daerah tersebut masih terdapat sebuah desa yang
bernama Malangsuka, yang oleh sebagian ahli sejarah, diduga berasal dari
kata Malankuca yang diucapkan terbalik. Pendapat di atas juga dikuatkan oleh
banyaknya bangunan-bangunan purbakala yang berserakan di daerah tersebut,
seperti Candi Jago dan Candi Kidal, yang keduanya merupakan
peninggalan zaman Kerajaan Singasari.
Dari kedua hipotesa tersebut di atas masih juga belum dapat
dipastikan manakah kiranya yang terdahulu dikenal dengan nama Malang yang
berasal dari nama bangunan suciMalangkuçeçwara itu. Apakah daerah di
sekitar Malang sekarang, ataukah kedua gunung yang bernama Malang di sekitar
daerah itu. Sebuah prasasti tembaga yang ditemukan akhir
tahun 1974 di perkebunan Bantaran, Wlingi, sebelah barat daya
Malang, dalam satu bagiannya tertulis sebagai berikut : “………… taning
sakrid Malang-akalihan wacid lawan macu pasabhanira dyah Limpa Makanagran I
………”. Arti dari kalimat tersebut di atas adalah : “ …….. di sebelah timur
tempat berburu sekitar Malang bersama wacid dan mancu, persawahan Dyah Limpa
yaitu ………” Dari bunyi prasasti itu ternyata Malang merupakan satu tempat di
sebelah timur dari tempat-tempat yang tersebut dalam prasasti itu. Dari
prasasti inilah diperoleh satu bukti bahwa pemakaian nama Malang telah ada
paling tidak sejak abad 12 Masehi.
Nama Malangkuçeçwara terdiri atas 3 kata, yakni mala yang
berarti kecurangan, kepalsuan, dan kebatilan; angkuça (baca:
angkusha) yang berarti menghancurkan atau membinasakan; dan Içwara (baca:
ishwara) yang berarti "Tuhan". Sehingga, Malangkuçeçwara berarti
"Tuhan telah menghancurkan kebatilan".
Hipotesa-hipotesa terdahulu, barangkali berbeda dengan satu
pendapat yang menduga bahwa nama Malang berasal dari kata “Membantah” atau
“Menghalang-halangi” (dalam bahasa Jawa berarti Malang). Alkisah
Sunan Mataram yang ingin meluaskan pengaruhnya ke Jawa Timur telah
mencoba untuk menduduki daerah Malang. Penduduk daerah itu melakukan perlawanan
perang yang hebat. Karena itu Sunan Mataram menganggap bahwa rakyat daerah itu
menghalang-halangi, membantah atau malang atas maksud Sunan Mataram. Sejak itu
pula daerah tersebut bernama Malang.
Timbulnya Kerajaan Kanjuruhan tersebut, oleh para
ahli sejarah dipandang sebagai tonggak awal pertumbuhan pusat pemerintahan yang
sampai saat ini, setelah 12 abad berselang, telah berkembang menjadi Kota
Malang.
Setelah kerajaan Kanjuruhan, di masa emas
kerajaan Singasari (1000 tahun setelah Masehi) di daerah Malang masih
ditemukan satu kerajaan yang makmur, banyak penduduknya serta tanah-tanah
pertanian yang amat subur. Ketika Islam menaklukkan Kerajaan Majapahit sekitar
tahun 1400, Patih Majapahit melarikan diri ke daerah Malang. Ia kemudian
mendirikan sebuah kerajaan Hindu yang merdeka, yang oleh putranya diperjuangkan
menjadi satu kerajaan yang maju. Pusat kerajaan yang terletak di kota Malang
sampai saat ini masih terlihat sisa-sisa bangunan bentengnya yang kokoh
bernama Kutobedah di desa Kutobedah. Adalah Sultan Mataram dari Jawa
Tengah yang akhirnya datang menaklukkan daerah ini pada tahun 1614 setelah
mendapat perlawanan yang tangguh dari penduduk daerah ini.
Seperti halnya kebanyakan kota-kota lain di Indonesia pada
umumnya, Kota Malang modern tumbuh dan berkembang setelah hadirnya administrasi
kolonial Hindia Belanda. Fasilitas umum direncanakan sedemikian rupa agar
memenuhi kebutuhan keluarga Belanda. Kesan diskriminatif masih berbekas hingga
sekarang, misalnya ''Ijen Boullevard'' dan kawasan sekitarnya. Pada
mulanya hanya dinikmati oleh keluarga-keluarga Belanda dan Bangsa Eropa
lainnya, sementara penduduk pribumi harus puas bertempat tinggal di pinggiran
kota dengan fasilitas yang kurang memadai. Kawasan perumahan itu sekarang
menjadi monumen hidup dan seringkali dikunjungi oleh keturunan
keluarga-keluarga Belanda yang pernah bermukim di sana.
Pada masa penjajahan kolonial Hindia Belanda, daerah
Malang dijadikan wilayah "Gemente" (Kota). Sebelum tahun 1964,
dalam lambang kota Malang terdapat tulisan ; “Malang namaku, maju
tujuanku” terjemahan dari “Malang nominor, sursum moveor”. Ketika kota ini
merayakan hari ulang tahunnya yang ke-50 pada tanggal 1 April 1964,
kalimat-kalimat tersebut berubah menjadi : “Malangkuçeçwara”. Semboyan
baru ini diusulkan oleh almarhum Prof. Dr. R. Ng. Poerbatjaraka, karena
kata tersebut sangat erat hubungannya dengan asal usul kota Malang yang pada
masa Ken Arok kira-kira 7 abad yang lampau telah menjadi nama dari
tempat di sekitar atau dekat candi yang bernama Malangkuçeçwara.
Kota Malang mulai tumbuh dan berkembang setelah hadirnya
pemerintah kolonial Belanda, terutama ketika mulai di operasikannya jalur
kereta api pada tahun 1879. Berbagai kebutuhan masyarakatpun semakin
meningkat terutama akan ruang gerak melakukan berbagai kegiatan. Akibatnya
terjadilah perubahan tata guna tanah, daerah yang terbangun bermunculan tanpa
terkendali. Perubahan fungsi lahan mengalami perubahan sangat pesat, seperti dari
fungsi pertanian menjadi perumahan dan industri.
· Tahun 1767 Kompeni
Hindia Belanda memasuki Kota
· Tahun 1821 kedudukan
Pemerintah Belanda di pusatkan di sekitar kali Brantas
· Tahun 1824 Malang
mempunyai Asisten Residen
· Tahun 1882 rumah-rumah
di bagian barat Kota di dirikan dan Kota didirikan alun-alun di bangun.
· 1
April 1914 Malang di tetapkan sebagai Kotapraja
· 8
Maret 1942 Malang diduduki Jepang
· 21
September 1945 Malang masuk Wilayah Republik Indonesia
· 22
Juli 1947 Malang diduduki Belanda
· 2
Maret 1947 Pemerintah Republik Indonesia kembali memasuki Kota
Malang.
· 1
Januari 2001, menjadi Pemerintah Kota Malang.
Sumber : My Hometown Malang
0 komentar:
Posting Komentar